PENGERUKAN SUNGAI MAHAKAM BELUM ATASI BANJIR

Tuesday 1 September 2009
SAMARINDA - Pengerukan muara Sungai Karang Asam Besar, Karang Asam Kecil dan Sungai Karang Mumus, dinilai Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kaltim tak mengatasi persoalan lingkungan terutama banjir.

Untuk melakukan pengerukan ini proyek yang dianggarkan yaitu Rp 86 miliar. "Kalau hanya dilakukan pengerukan di muara, pasti sedimentasi tetap akan ada," ujar Direktur Walhi Kaltim, Isal Wardana.

Menurutnya, jika ingin mengatasi persoalan lingkungan seharusnya tak hanya pengerukan, tapi pemeliharaan dan rehabilitasi pada daerah aliran sungai (DAS) di hulu. Rehabilitasi ini misalnya bisa dilakukan dengan reboisasi di sepanjang DAS hulu sungai.

Selain itu, yang tak kalah pentingnya yaitu normalisasi pada galian tambang. Hal ini karena banyak galian tambang yang dibuat di dekat DAS. Seperti di DAS Sungai Karang Asam Besar dan di sekitar Kebun Raya Unmul Samarinda (KRUS). "Galian tambang ini penyumbang sedimentasi paling banyak," ujarnya.

Apakah pengaruh pasang surut Sungai Mahakam terhadap upaya normalisasi? Isal mengatakan, hal ini terkait dengan DAS Sungai Mahakam. DAS ini dipengaruhi antara lain, aktivitas pembukaan hutan di Kutai Barat, rusaknya tiga danau yaitu Danau Jempang, Danau Maninjau dan Danau Semayang. Kemudian sudah tidak berfungsinya kawasan hutan mangrove di daerah pesisir Kutai Kartanegara. "Selama, makin tinggi pembukaan lahan di Kubar dan semakin rusaknya tiga danau tersebut, kemungkinan arus pasang bisa semakin tinggi," ujarnya.

Dia juga menjelaskan, arus pasang surut di Sungai Mahakam ini juga dipengaruhi oleh ketinggian air laut yang terhubung dengan Delta Mahakam. Ketika pasang ini terjadi intrusi (meningkatnya kadar garam dari laut ke sungai). Oleh karena itu, saat kemarau ada beberapa intake PDAM di Sungai Mahakam yang tidak digunakan. "Hal yang paling berperan untuk mengurangi intrusi ini yaitu adanya mangrove di Delta Mahakam. Sayangya, saat ini mangrove ini sudah semakin berkurang," ucapnya.

Sementara itu, Mustofa Agung Sarjono, Dosen Fakultas Kehutanan Universitas Mulawarman menyatakan efektif tidaknya pengerukan itu harus ditinjau dari aspek ketercapaian tujuan dan efisien berdasarkan takaran dana yg dikeluarkan. “Kalau persoalan banjir karena pendangkalan Mahakam, maka mungkin bisa jadi efektif. Tapi banjir di Samarinda menurut saya multi-kompleks dan single solution (solusi tunggal, Red.) seperti itu kalaupun berjalan, efektifitasnya sangat temporer,” tuturnya.

Apalagi kalau main problem (problem utama) yang perlu diprioritaskan penangannya adalah pengerukan Mahakam. Meski demikian dalam konteks perawatan sungai, pengerukan periodik mungkin saja diperlukan. “Kalau mau lebih tepat, maka uraian `pohon masalah` bisa mengidentifikasi faktor-faktir penyebab lainnya,” ucapnya.

sumber :kp

0 comments:

Post a Comment

 
 
 

About Me

My Photo
Ernesto Silangen
samarinda, kalimantan timur, Indonesia
View my complete profile

Followers

 
Copyright © Mahakam News