Mbah Marijan ditemukan tewas dalam posisi sujud dan tertimbun abu merapi

Friday 29 October 2010
Jenazah Mbah Maridjan dalam kondisi sujud.

Mulai kemarin (27/10), Gunung Merapi yang disebut-sebut sebagai gunung berapi paling aktif di dunia itu tak lagi dijaga juru kunci yang sangat legendaris, Mbah Maridjan. Lelaki berumur 83 tahun yang bergelar Mas Panewu Surakso Hargo tersebut ditemukan meninggal di kamar pribadi kediamannya di Dusun Kinahrejo, Desa Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman, akibat terkena awan panas Merapi.

Jasad Mbah Maridjan itu ditemukan kemarin (27/10) pukul 06.30 WIB oleh para relawan dari tim SAR dan PMI. Saat ditemukan, tubuhnya tertimbun abu Merapi. Setelah diangkat, posisinya dalam keadaan bersujud. Diperkirakan, Mbah Maridjan terkena wedhus gembel atau semburan awan panas, Selasa (26/10) pukul 17.45 WIB.

Evakuasi jenazah Mbah Maridjan agak sulit dilakukan. Sebab, medan yang harus dilalui tertutup pohon-pohon tumbang dan abu vulkanik setebal 30 sentimeter yang saat itu masih panas. Oleh para relawan, jasad Mbah Maridjan langsung dibawa ke RSUP dr Sardjito Jogja untuk diidentifikasi lebih lanjut.

Lafal tahlil selalu didengungkan para evakuator saat mengangkat jenazah Mbah Maridjan, mulai dikeluarkan dari kamarnya hingga menuju ambulans.

Keyakinan bahwa jasad yang sedang bersujud itu adalah Mbah Maridjan disampaikan Asih, anaknya. "Inna lillaahi wa inna ilaihi raajiun," tutur Asih kepada Radar Jogja (Jawa Pos Group) setelah menerima kabar penemuan bapaknya oleh relawan dan tim SAR.

Berita meninggalnya Mbah Maridjan tersebut membuat istri, anak, menantu, serta cucu-cucunya syok. Di kediaman Agus Wiyarto, salah seorang kerabat dekat Mbah Maridjan, di Jalan Kaliurang, Jogja, mereka memanjatkan doa untuk sang juru kunci. "Subhanallah. Mbah Maridjan mudah-mudahan khusnul khatimah," ujar Agus yang selalu mendampingi Asih.
 
Ucapan belasungkawa terus mengalir dari kerabat, sanak saudara, dan teman melalui handphone yang dibawa Asih. Setelah dirapatkan, keluarga memutuskan melaksanakan salat jenazah pukul 16.00 WIB. Waktu itu dipilih karena menunggu kedatangan Widodo, anak Mbah Maridjan yang selama ini tinggal di Jakarta.

Pukul 16.05 WIB, Widodo dan istrinya tiba di rumah Agus. Isak tangis mengiringi kedatangan Widodo. Pria berkacamata tersebut menangis sejadi-jadinya di depan ibunya. Sementara itu, istrinya berpelukan dengan Murni, menantu Mbah Maridjan. Pemandangan sore itu pun penuh haru.

Setelah itu, keluarga dibawa dengan tiga mobil menuju RS Sardjito. Setiba di rumah sakit, mereka langsung menuju tempat jasad Mbah Maridjan disemayamkan. Semula, keluarga akan menyalati jenazah Mbah Maridjan di masjid rumah sakit itu. Namun, rencana tersebut berubah setelah pihak rumah sakit belum mengizinkan Mbah Maridjan dibawa keluar. Keluarga pun menunggu. Kepada Radar Jogja, Asih menyampaikan permintaan maaf kepada siapa pun yang pernah bertemu dan berhubungan dengan Mbah Maridjan.

"Saya mewakili keluarga menyampaikan permohonan maaf bila ada salah yang dilakukan bapak," ungkap Asih dengan suara parau.

Dia mengungkapkan, bapaknya akan dimakamkan di Pangukrejo, Umbulharjo, Cangkringan, Sleman. Lokasi itu berjarak sekitar dua kilometer di bawah Kinahrejo. Pemakaman dilaksanakan pukul 10.00 WIB hari ini (28/10).

Masyarakat yang ingin ikut menyalati jenazah Mbah Maridjan diberi kesempatan hingga pukul 09.00 WIB pagi ini. Sebab, sejak kemarin hingga pukul 09.00 WIB hari ini, jasad Mbah Maridjan berada di rumah sakit. Setelah pukul 09.00 WIB, jenazah almarhum dibawa ke Pangukrejo untuk dimakamkan.

RAJA KEHILANGAN

Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga Gubernur DI Jogja Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan turut merasa kehilangan atas meninggalnya Mbah Maridjan. "Ya jelas kehilangan. Mbah Maridjan itu orang yang mengerti tanggung jawab," ungkap Sri Sultan.

Dia mengisyaratkan segera mencari pengganti Mbah Maridjan sebagai juru kunci Merapi. Namun, tidak dalam waktu dekat ini. "Belum akan diganti dulu, wong kondisinya masih seperti ini," katanya.

Gubernur Jogja tersebut berharap tak ada lagi korban bencana Merapi, baik yang terkena awan panas maupun lava. Karena itu, Sri Sultan memohon dengan sangat kepada masyarakat di lereng Merapi untuk memahami situasi."Kalau disuruh turun, ya turun," tegasnya.
 
Sultan mengingatkan, bencana tsunami atau gempa tidak bisa diprediksi. Namun, gunung meletus bisa diprediksi sebelumnya sehingga seharusnya tidak ada korban. "Jadi, kalau ada yang meninggal, itu karena lenane orang," ucapnya.

Mbah Maridjan adalah salah seorang di antara 26 orang korban meninggal yang diumumkan resmi oleh Pemkab Sleman kemarin. Selain juru kunci Merapi itu, seorang wartawan Vivanews.com bernama Yuniawan Wahyu Nugroho turut menjadi korban amuk Merapi. Pria asal Cibinong tersebut tewas terkena awan panas saat berada di rumah Mbah Maridjan.

Selain itu, seorang anggota PMI Bantul yang ikut membantu evakuasi, Tutur Priyono, pun tak luput dari maut. Oka Hamid, salah seorang anggota PMI, mengatakan bahwa Tutur sempat menjalin kontak melalui telepon seluler sekitar pukul 18.30 WIB, Selasa (26/10). Kontak tiba-tiba putus di tengah percakapan. "Saat itu Tutur bilang mau menjemput Mbah Maridjan. Lalu, dia teriak api-api dan senyap. Kami mencoba menghubungi ponsel Tutur, namun sudah tak bisa tersambung," ungkapnya kemarin.

Kerabat Keraton Jogja GBPH Yudhaningrat menambahkan karena gugur kala menjalankan kewajiban sebagai abdi dalem, pria yang terkenal dengan iklan roso-roso itu kini dipertimbangkan oleh keraton untuk diberi kenaikan pangkat luar biasa. Kenaikan pangkat tersebut bisa diberikan setingkat atau beberapa tingkat lebih tinggi. "Semua bergantung kebijakan Ngarso Dalem (Sultan Hamengku Buwono X, Red). Itu sepenuhnya hak prerogatif beliau," ungkap salah seorang adik Sultan Hamengku Buwono (HB) X tersebut.

Menurut Yudhaningrat, pangkat yang disandang Mbah Maridjan, mas penewu, masuk kategori kliwon atau semacam perwira pertama di lingkungan TNI dan Polri. Bila diberi kenaikan setingkat, pangkatnya berganti menjadi mas wedono.

Berdasar rekam jejak, Mbah Maridjan mengawali karier sebagai abdi dalem dari pangkat terendah. Dia mendapatkan tugas menjaga Merapi dari mendiang HB IX. Sedangkan SK pengangkatannya dikeluarkan pada masa kepemimpinan HB X. Sesudah erupsi Merapi pada 2006, Mbah Maridjan mendapatkan kenaikan pangkat dari HB X. Pangkatnya semula mas ngabehi, lalu naik satu tingkat menjadi mas penewu hingga meninggal sebagai salah seorang korban erupsi Merapi pada 26 Oktober 2010. Selamat jalan, Mbah Maridjan.  

sumber:KP

0 comments:

Post a Comment

 
 
 

About Me

My Photo
Ernesto Silangen
samarinda, kalimantan timur, Indonesia
View my complete profile

Followers

 
Copyright © Mahakam News