Kampung Pecinan Dijarah Belum Dapat Bantuan, Listrik dan Air Mati

Tuesday 6 October 2009
KAMPUNG HILANG: Sejumlah warga termenung di tepi jurang sambil memandangi bekas kampung berikut harta bendanya yang hilang tertimbun tanah longsor akibat gempa, Rabu (30/9) lalu. Di Kabupaten Padang Pariaman banyak kampung yang terkubur bersama ratusan warganya.

Sudah jatuh ketimpa tangga. Itulah yang dialami korban gempa dari kalangan warga Tionghoa Kampung Pecinan, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar). Harta mereka yang masih tersisa dijarah oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Hal tersebut disebabkan belum adanya evakuasi oleh pemerintah terhadap rumah warga yang roboh.

Sekretaris Himpunan Tjinta Teman (HTT) Indra Sofyan mengatakan, di Jalan Niaga, Pondok Pecinan, Padang, sudah terjadi penjarahan. ”Kulkas, AC, dan TV di rumah-rumah yang ambruk di kawasan tersebut habis,” ujarnya, kemarin (5/10).

Warga setempat mulai resah karena para pendatang yang tidak bertanggung jawab mengambil harta dan barang mereka seenaknya. Warga tak berdaya karena tidak bisa begitu saja mengevakuasi isi rumah mereka yang hampir semuanya hancur.

Menurut Indra, suasana Pondok Pecinan bak kota mati. Kondisi itu dimanfaatkan oleh para penjarah. Sejak gempa terjadi Rabu lalu (30/9), listrik di kawasan tersebut padam total dan belum menyala hingga kemarin. Padahal, listrik di sejumlah kawasan lain, seperti Jl A Yani dan Damar, sudah menyala lagi. Fasilitas air bersih di Pondok Pecinan pun belum normal.

Kampung Pecinan memang termasuk daerah yang parah dilanda gempa. Hampir semua bangunan –yang kebanyakan bercirikan Tiongkok- hancur. Sebelumnya diperkirakan ada 3.000 warga yang tewas tertimpa reruntuhan bangunan yang hingga kemarin belum dibersihkan.

Sebelumnya, beredar SMS yang bernada diskriminasi dalam hal penanganan evakuasi dan penyaluran bantuan. SMS yang beredar dari HP ke HP itu berbunyi: Tell the world, Stop the donation to West Sumatra!!! Primodialism and racism is happening in there, Chinese people didn’t allowed to have food and was forced to buy the food aid. Family of mine was at there!!! Please sent out this massage to the world so they know the true!!! (katakan pada dunia, stop bantuan ke Sumatera Barat!!! Primodialisme dan rasisme terjadi di sana, warga China tak diperbolehkan mendapatkan makanan dan dipaksa membeli bantuan makanan. Keluargaku di sana!!! Tolong sebarkan pesan ini ke seluruh dunia biar mereka tahu kenyataan ini!!!).

Pihaknya bisa saja mengupayakan bantuan alat berat untuk mengevakuasi rumah warga. ”Tapi, kan mereka harus izin tetangga di sebelahnya. Sebab, kalau kena rumah mereka, bagaimana?” tutur Indra.

Banyak warga memilih tidak mengevakuasi maupun mengeluarkan barang-barang dari rumah terlebih dulu karena khawatir dijarah. ”Jika barang-barang dikeluarkan, bisa dimanfaatkan oleh penjarah,” imbuh dia. Ternyata, belum lagi barang-barang itu dikeluarkan, penjarah lebih dulu mengobrak-abrik isi rumah warga yang roboh.

Untuk distribusi makanan, meski warga Tionghoa di sana belum mendapat bantuan dari pemerintah, jelas Indra, tidak ada persoalan. Selama ini, bantuan mengalir lancar dari warga Tionghoa di berbagai provinsi.

”Kami kan punya banyak cabang. Nggak di sini saja. Mereka siap bantu. Termasuk, orang perantauan Tionghoa di berbagai daerah,” ucap dia. Mereka juga dapat banyak bantuan dari berbagai LSM, seperti mi instan, tenda, dan selimut. ”Jumlah amat cukup,” sambungnya.

HTT tak mempersoalkan belum turunnya bantuan makanan dari pemerintah. Dia menduga, saat ini fokus pemerintah adalah Padang Pariaman yang dinilai lebih membutuhkan bantuan. ”Itu masalah prioritas,” terang dia.

Hanya, lanjut dia, yang paling urgen saat ini adalah listrik dan air. Karena belum ada fasilitas tersebut, aktivitas masyarakat terhambat. ”Kami kan menemukan banyak mayat. Nah, mau memandikan, tapi nggak ada air, bagaimana?” ucapnya.

Selain itu, selama ini warga mengandalkan genset untuk memenuhi kebutuhan akan listrik. ”Tapi, harga BBM (bahan bakar minyak, Red) tinggi setengah mati,” ungkap dia. Karena itu, warga amat berharap dua fasilitas tersebut – listrik dan air- segera normal.

Salah seorang pengurus Himpunan Bersatu Teguh (HBT) yang tidak mau disebut namanya menjelaskan, hingga kemarin tidak ada bantuan dari pemerintah yang mampir di poskonya. Apalagi, bantuan makanan. Selama ini, warga Tionghoa di sana mengandalkan bantuan dari anggota di berbagai daerah.

”Faktanya memang demikian. Hingga kini belum ada bantuan makanan dari pemerintah, apalagi tenda dan evakuasi,” tegas dia. Dia berharap pemerintah segera memerhatikan persoalan tersebut.

MASIH LUMPUH

Sementara itu, kondisi kawasan Pondok Pecinan hingga kemarin (5/10) masih memprihatinkan. Selain puing-puing bangunan berserakan, aktivitas ekonomi masih lumpuh total. Kebanyakan pemilik toko belum berani memulai aktivitas karena takut gempa susulan merobohkan bangunan mereka.

Berdasar pantauan Padang Ekspress (Jawa Pos Group), lebih banyak bangunan hancur ketimbang yang masih kukuh berdiri di Pondok Pecinan. Hampir di setiap ruas jalan terdapat bangunan yang hancur. Puluhan ruko dan toko kecil juga tutup. Sebagian pemiliknya berada di lokasi untuk mengevakuasi barang-barang tersisa.

Dari sekitar 600 bangunan di kawasan Pondok Pecinan, lebih dari 400 terkena dampak gempa. Banyak yang hancur, ada pula yang roboh sebagian. Sebagian lain retak di bagian fondasi dan badan rumah.

Michael (30), salah seorang pedagang kelontong di kawasan Pondok Pecinan, menyatakan, dirinya masih menyingkirkan puing-puing reruntuhan toko miliknya. ’’Dari luar memang masih tampak bagus. Tapi, di dalam rusak parah,’’ ujarnya, mengomandoi para pegawai menginventarisasi barang-barang.

Meskipun buka, tak ada transaksi jual beli di toko Michael. Hanya sesekali dia melayani warga yang membeli kebutuhan makanan, seperti mi instan dan air mineral. ’’Kalau tak dilayani, kasihan. Mereka butuh makanan,’’ tuturnya.

Michael belum bisa menaksir kerugian yang diderita akibat gempa. Dia juga belum bisa memprediksi kapan tokonya buka seperti biasa. ’’Yang pasti, evakuasi barang dan bersih-bersih dulu. Soal transaksi, kita lihat nanti saja. Sepertinya saya butuh tempat baru karena daerah sini tak layak huni lagi,’’ katanya.

Kondisi serupa terlihat di pasar tanah kongsi kawasan Pondok Pecinan. Pasar yang terdiri atas puluhan kios dan lapak pedagang itu tampak lengang. Hanya beberapa yang berjualan. Itu pun menjual sisa stok lama.

’’Kalau tak jualan, kami dapat uang dari mana,’’ kata Rini, salah seorang pedagang di pasar tersebut. Sejak terjadi gempa, kata dia, baru kemarin dirinya berjualan. Sebab, sebelumnya dia disibukkan dengan aktivitas membereskan rumah yang ikut hancur.

Beberapa pedagang juga sibuk membereskan kios yang berantakan. Ada yang sengnya roboh. Ada juga yang dinding bangunannya hancur sehingga tak memungkinkan untuk berjualan lagi.

’’Saya tak berani jualan karena ada isu gempa lebih dahsyat. Jadi, sekarang cuma evakuasi barang dan kemungkinan saya mengungsi ke tempat saudara di luar kota,’’ kata seorang pedagang makanan yang menolak disebut namanya.

Penduduk juga belum bisa lega. Sebab, mereka masih kesulitan membeli bahan makanan. Alhasil, mereka terpaksa mengonsumsi makanan instan atau cepat saji. ’’Dalam kondisi darurat seperti ini, tak bisa memilih. Semoga bisa cepat berakhir,’’ harap Katrina, yang membeli beberapa bungkus mi instan dan telur.

sumber : kp

0 comments:

Post a Comment

 
 
 

About Me

My Photo
Ernesto Silangen
samarinda, kalimantan timur, Indonesia
View my complete profile

Followers

 
Copyright © Mahakam News