Bibit dan Chandra Sesalkan Kepolisian

Saturday 7 November 2009
BANTAH KAPOLRI Dua pimpinan KPK nonaktif, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, bersama penasihat hukum mereka, Bambang Widjojanto (tengah), Alexander Lay (kiri), dan Taufik Basari (kanan), memberikan bantahan penjelasan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di Jakarta kemarin.


Sejumlah pihak menyangkal keterangan Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri di depan Komisi III DPR seputar kasus Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. Melalui penasihat hukum mereka, Bibit-Chandra menilai penjelasan Kapolri tidak akurat.

Anggota tim penasihat hukum dua pimpinan KPK nonaktif itu, Alexander Lay,mencontohkan,dalam rekaman pembicaraan yang diputar di Mahkamah Konstitusi,Kabareskrim Komjen Pol Susno Duadji pergi ke Singapura bersama Anggodo Widjaja menemui Anggoro Widjaja. Di depan Komisi III DPR,Kapolrihanya mengatakanSusnopergi ke Singapura menemui Anggoro. “Kapolri sudah membenarkan SD (Susno Duadji) bertemu Anggoro di Singapura, tapi Kapolri juga menutupi fakta dalam rekaman yang menyebut Anggodo pergi ke Singapura bersama SD,” ujar Alexander di Jakarta kemarin.

Dalam rekaman yang direkam oleh KPK pada 30 Juli 2009 pukul 19.13 WIB,terjadi pembicaraan antara diduga Anggodo dan seseorang yang diduga mantan Jaksa Agung Muda Intelijen Wisnu Subroto. Keduanya membahas keberangkatan Susno ke Singapura.Dalam pembicaraan itu Anggodo berkata, “Susno itu dari awal berangkat sama saya ke Singapura.” Alexander juga menyesalkan Susno yang tidak menangkap Anggoro, padahalstatus Anggoroadalah tersangka dan buronan KPK.

Hal seperti ini disayangkan mengingat KPK telah meminta bantuan kepada Polri untuk mencari dan mengejar Anggoro ke luar negeri melalui Interpol.“Kalau begitu,misal nanti ada teroris, lalu penegak hukum lain tidak peduli karena itu bukan urusannya,bagaimana?”gugatnya. Bantahan juga disampaikan menanggapi pernyataan Kapolri bahwa KPK telah mencegah dan menangkal (cekal) Anggoro, sehingga buronan kasus dugaan suap sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) itu tidak bisa kembali ke Indonesia. KPK tidak pernah menangkal Anggoro untuk masuk ke Indonesia. Yang dilakukan KPK adalah mencegah Anggoro ke luar negeri.“Berdasarkan Pasal 12 ayat 1 butir b UU No 30/2002, KPK juga tidak punya wewenang menangkal, tetapi mencegah,”ujar Alexander.

Pada 22 Agustus 2008 KPK mencegah petinggi PT Masaro ke luar negeri, yaitu Anggoro, Presiden Komisaris Anggono Widjaja, Direktur Masaro Putranevo Prayugo, dan Direktur Keuangan David Angkawidjaja. Pencegahan ke luar negeri itu diperpanjang pada 13 Agustus 2009 untuk kepentingan penyidikan. Penyidikan itu terkait kasus dugaan suap dalam proyek revitalisasi dan perluasan jaringan SKRT di Departemen Kehutanan (Dephut). Dalam proyek itu Anggoro menjadi rekanan Dephut dengan anggaran senilai Rp180 miliar.

Anggoro diduga menyuap Ketua Komisi IV DPR saat itu,Yusuf Erwin Faishal.Yusuf Erwin sudah divonis 4,5 tahun penjara karena terbukti terlibat dalam komunikasi dengan Anggoro terkait proyek SKRT.Yusuf menerima uang suap Rp75 juta dan 60.000 dolar Singapura. Kapolri menyatakan kasus tersebut sempat diendapkan karena diduga ada aliran dana yang diterima pimpinan KPK yang kini nonaktif dari Anggoro. Sementara, ujar Alexander Lay,KPK tidak pernah menghentikan kasus tersebut. Hingga kini pun kasus itu masih dalam proses penyidikan di KPK. Putranevo Prayugo pun telah ditetapkan sebagai tersangka.Namun untuk menindaklanjuti sebuah kasus, KPK akan menunggu sidang putusan terdakwa lain yang terkait.

“Setelah putusan Yusuf Erwin keluar dan inkraacht (berkekuatan hukum tetap) pada April 2009, KPK segera menetapkan Anggoro sebagai tersangka pada (23) Juni 2009.Ini strategi yang selalu dipakai KPK, menjadikan putusan sebagai bukti,”runutnya. Bibit Samad Rianto juga sekali lagi membantah dugaan suap dan atau pemerasan yang disangkakan Polri.Bibit mengaku tak mengenal Ari Muladi,orang yang diduga Polri sebagai suruhan KPK dan menjadi perantara antara Anggodo dan Deputi Penindakan KPK Ade Rahardja. Ade disebut yang menyampaikan uang suap kepada pimpinan KPK.“Saya tidak pernah kenal Ari Muladi dan siapa pun yang disebutkan itu,”tutur Bibit.

Chandra M Hamzah juga mengutarakan sanggahan serupa.Chandra menolak dikatakan pernah berhubungan telepon dengan AriMuladi sebagaimana disampaikan Kapolri bahwa polisi memiliki bukti ratusan kali hubungan telepon Chandra dan Ari.“Saya tidak pernah bertemu, kenal,berkomunikasi,apalagi menerima uang.Uang yang saya dapat hanya dari negara,gaji yang saya terima,”sebut Chandra. Menanggapi pernyataan Kapolri yang mengaitkan Chandra dan mantan Menteri Kehutanan Malam Sambat Kaban, Chandra tak berkomentar.

Sebelumnya anggota tim penasihat, Bambang Widjojanto, menyampaikan bahwa kliennya tidak pernah berurusan dengan Kaban seperti yang disangkakan Kapolri. Sebelumnya Kapolri mengatakan bahwa kedekatan Chandra dengan MS Kaban berujung pada kedekatan Chandra kepada seorang tokoh N yang diduga adalah Nurcholis Madjid (alm), ayah Nadya Madjid,mantan istri Chandra. “Kenapa Kapolri begitu tega menyampaikan hal yang tidak perlu dan tidak ada kaitannya dengan kasus,”kata Bambang.

Tanggapan Kaban

MS Kaban yang dikonfirmasi terpisah juga membantah dugaan keterlibatannya dalam kasus Bibit dan Chandra seperti disampaikan Kapolri.Dalam rapat kerja di DPR, seseorang dengan inisial MK yang diduga MS Kaban disebut telah menerima aliran dana Rp17,6 miliar. “Sampai hari ini saya belum pernah lihat.Apa yang disebut dengan cek Rp17,6 miliar.

Belum pernah ada transfer rekening sebesar itu. Saya kira rekening saya gampang dilacak. Silakan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Polri melacaknya,” bantah MS Kaban saat ditemui di kediamannya Kompleks Perumahan Budi Agung,Kecamatan Tanah Sareal,Kota Bogor,kemarin. Kaban mempersilakan tak hanya pada PPATK dan Polri, tapi KPK yang saat ini masih menyelidiki kasus ini.“Saya pikir agar masalah ini jernih, silakan saja diselidiki oleh KPK dan PPATK. Jika fakta-faktanya ada,saya akan siap menerima risiko,”jaminnya.

Kaban mengungkapkan, sejak namanya mengemuka pada kasus Bibit-Chandra,KetuaTim Delapan Adnan Buyung Nasution beberapa kali menghubunginya, menanyakan persoalan tersebut. “TPF sudah ditugaskan Presiden.Ya kerjalah, Bang Buyung jangan insinuasi. Saya ingin, jangan sampai ini jadi target kriminalisasi dan juga jangan sampai terjadi pengalihan isu,”harapnya. Dia mengaku sudah menjelaskan kepada Adnan Buyung Nasution bahwa persoalan SKRT di Departemen Kehutanan terjadi sejak 1986.“Sebelum saya jadi menteri proyek itu sudah dimulai.

Bahkan nota kesepahamannya ditandatangani di Amerika Serikat pada zaman Gus Dur, yang menteri kehutanannya Nurmahmudi Ismail.Jadi itu proyek mengalir saja,” ungkapnya. Dia mengaku sering diundang KPK menjelaskan kasus ini. Dia membantah punya kedekatan khusus dengan Chandra M Hamzah.“Nggakada,ya nggakpernah dekat sih. Paling mungkin karena ya dia aktivis HMI, saya aktivis HMI.Begitu saja,”paparnya. Sementara itu, keterangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) kepada Tim Delapan kemarin tidak dibeberkan kepada khalayak umum.

PPATK diundang Tim Delapan untuk memberikan informasi tentang kemungkinan adanya aliran dana mencurigakan dalam kasus yang menimpa pimpinan KPK nonaktif Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah. ”Keterangan PPATK tertutup. Tidak dapat diumumkan,” kata anggota Tim Delapan Todung Mulya Lubis di Gedung Wantimpres, Jakarta, kemarin.

Penyitaan

Di bagian lain, kemarin Penyidik Mabes Polri mendatangi Gedung KPK untuk menyita sejumlah dokumen yang dibutuhkan penyidik terkait kasus dugaan pidana yang disangkakan kepada Bibit dan Chandra.“Ada penyitaan dokumen yang terkait pencegahan (ke luar negeri) terhadap Joko Tjandra (pemilik PT Era Giat Prima),” kata Juru Bicara KPK Johan Budi SP kemarin.

Johan mengaku penyidik Bareskrim Polri tidak menyita rekaman percakapan yang berisi dugaan rekayasa kasus pidana pimpinan KPK.Menurut Johan,penyidik meminta 13 dokumen dari kantor lembaga antikorupsi itu.Ke-13 dokumen itu berhubungan dengan prosedur dan mekanisme pencegahan dan pencabutan cegah Joko Tjandra, tapi hanya 7 dokumen yang diberikan.“Ada beberapa yang tidak bisa diberikan,” ungkapnya.

Harus Dihormati

Anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun mengatakan, terlepas dari benar atau tidaknya polemik tentang pemilik nama MK, anggota Komisi III DPR Gayus Lumbuun mengatakan bahwa hal itu perlu diusut.“Kalau ada sebuah dugaan tindak pidana,harus diusut,”katanya kepada Seputar Indonesia di Gedung DPR,Jakarta,kemarin. Ditanya apakah Polri atau KPK yang melakukan pengusutan kasus yang melibatkan MK, Gayus menyebut KPK.Alasannya,Gayus menerima informasi dari Kapolri bahwa kasus itu pada kali pertama ditangani KPK.

Di tempat terpisah,Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Moh Mahfud MD mengatakan,apa yang terjadi dalam rapat antara Komisi III DPR dan Kapolri harus dihormati. Begitu juga pendapat Tim Delapan, putusan MK, kinerja kepolisian dan kejaksaan juga harus dihormati.” Namun, kemudian disaring mana yang benar,bukan mana yang menang,”katanya. Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa mengaku prihatin dengan polemik yang terjadi dalam kasus Bibit dan Chandra.

Satu satunya cara yang dapat ditempuh terkait kasus tersebut adalah menyerahkannya pada proses hukum. Dengan begitu, kasus tersebut dapat selesai dalam koridor hukum. ”Kalau sekarang ini repot. Orang bertengkar, tapi tidak ada wasitnya,” kata Harifin mengumpamakan polemik yang berkembang.

sumber : si

0 comments:

Post a Comment

 
 
 

About Me

My Photo
Ernesto Silangen
samarinda, kalimantan timur, Indonesia
View my complete profile

Followers

 
Copyright © Mahakam News