PEREMPUAN PERTAMA ASIA TENGGARA YANG BERHASIL MENAPAKI PUNCAK EVEREST SEKARANG MENGALAMI GEJALA PARANOID DAN DI KUCILKAN LINGKUNGAN TEMPAT TINGGALNYA,

Tuesday 13 October 2009
Clara Sumarwati, 44, saat menjalani perawatan di RSJ Prof dr Soerojo, Kota Magelang.

Malang benar nasib Clara Sumarwati,44.Pendaki gunung asal Minggiran, Sleman, DIY, yang pernah membawa nama Indonesia hingga ke puncak gunung tertinggi di dunia, Puncak Everest (8.848 meter),kini terisolisir dari dunia luar lantaran harus mendapat pengobatan di bangsal perawatan Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof dr Soeroyo,Kota Magelang, Jateng.

Clara yang diyakini sebagai perempuan pertama Asia Tenggara yang berhasil menapak di puncak Everest 26 September 1996 itu mengalami gejala paranoid. Direktur Medik dan Keperawatan RSJ Prof dr Soerojo, Magelang, Bella Patriajaya,menuturkan bahwa Clara adalah pasien kambuhan yang sudah tiga kali ini menjalani perawatan di RSJ.Gangguan jiwanya kambuh karena Clara diduga tidak rutin mengonsumsi obat. “Namun, sejauh ini, kami belum bisa menyimpulkan faktor pemicu apa yang menyebabkan Clara mengalami gangguan jiwa,” kata Bella.

Clara kali pertama dirawat tahun 1997 dan masuk lagi pada 2000. Dan untuk yang ketiga kalinya, keluarga memasukkan Clara kembali ke RSJ pada 30 Juni 2009. Dia dirawat di bangsal W3 atau Wisma Drupadi. Dokter yang merawat Clara, dr Hariyono Padmosudiro menambahkan, gejala gangguan kejiwaan pasiennya memperlihatkan kekhawatiran dan ketakutan yang berlebih. Dia selalu diliputi rasa curiga yang tidak berdasar dan tidak realistis pada lingkungan. Bahkan, akibat ketakutannya itu, dia cenderung bersikap mengganggu lingkungan sosialnya.

“Meskipun orang lain tidak ada apa-apa tetapi dianggapnya mau mencelakakannya,” jelas Hariyono. Pemicu tekanan jiwa dari wanita yang nama dan prestasinya tercatat di sejumlah buku terbitan asing tentang referensi pendakian Gunung Everest, seperti Everest karya Walt Unsworth (1999), dan Everest: Expedition to the Ultimate karya Reinhold Messner (1999) ini kemungkinan karena kekecewaan atas respons sosial lingkungannya yang menyangsikan prestasinya. Orang-orang di sekitarnya dianggap tidak menghargai perjuangannya membawa nama harum bangsa Indonesia. Perasaan itu dipendam dalam kurun waktu yang cukup lama, hingga menyebabkan frustrasi berkepanjangan.

“Berdasarkan data yang kami miliki tidak ada faktor keturunan. Rasa kecewa sebagai pencetus meskipun ada latar belakang berupa mental yang rapuh,”katanya. Hariyono menambahkan, setelah sekitar dua pekan mendapat perawatan, secara medis kondisi wanita kelahiran Yogyakarta,6 Juli 1967 dari pasangan Marcus Mariun dan Ana Suwarti ini mulai membaik. Dia sudah bisa berinteraksi dengan lingkungannya. Bahkan saat ditemui wartawan di bangsal perawatannya, Clara mampu menuturkan kisah pendakiannya di Everest secara runut.

Lulusan Jurusan Psikologi Pendidikan, Universitas Atmajaya, Jakarta, ini juga mengaku masih mempunyai keinginan untuk menaklukkan gunung tinggi di luar negeri. Sayangnya, membaiknya kondisi Clara tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial asalnya. Pihak keluarga menolak membawanya pulang karena khawatir kumat lagi. Surat penolakan kepulangan tersebut juga dilampiri keterangan dari RT dan RW di tempat Clara tinggal Hariyono sendiri berharap keluarga dan masyarakat sekitar tempat tinggal Clara bersedia menerimanya kembali.

“Petugas kami akan berusaha meyakinkan mereka bahwa Clara sudah bisa berperilaku sosial dengan baik dan hal ini perlu mendapat dukungan dari keluarga maupun masyarakat,” imbuh dia. Kisah pilu Clara yang “terdampar” di RSJ ini terungkap secara tak sengaja.Sekitar seminggu yang lalu,beberapa tim penilai pemuda pelopor dari Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga datang ke RSJ Prof dr Soeroyo.Mereka bermaksud menilai Poppy Safitri, wakil kontingen Jateng untuk lomba pemuda pelopor tingkat nasional, yang diketahui menjadi pengajar tari di RSJ tersebut.

Salah satu tim penilai ternyata masih mengenali sosok Clara yang pernah diberi penghargaan Bintang Nararya karena membawa nama harum Indonesia di kancah internasional. Prestasi Clara sebenarnya cukup membanggakan.Selain pernah menaklukkan Everest,dia juga pernah mendaki Gunung Annapurna (7.535 meter) di Nepal pada 1991.

Sedangkan pada Januari 1993, Clara bersama tiga pendaki putri Indonesia lainnya berhasil menaklukkan puncak Gunung Aconcagua (6.959 meter) di pegunungan Andes,Amerika Selatan.

sumber :si

0 comments:

Post a Comment

 
 
 

About Me

My Photo
Ernesto Silangen
samarinda, kalimantan timur, Indonesia
View my complete profile

Followers

 
Copyright © Mahakam News